Friday, April 16, 2010

Benarkah Indonesia Atlantis Yang Hilang?

Benua Atlantis masih menjadi misteri hingga saat ini. Keberadaannya masih dipertanyakan oleh banyak orang. Menurut Plato (427-347 SM), dalam filsafat Yunani kuno karangan Critias dan Timaeus, Atlantis adalah daratan di hadapan “Selat Mainstay Haigelisi” yang dikelilingi oleh laut samudera. Dalam bukunya, Critias yang merupakan murid dari ahli filsafat Socrates, menggambarkan bahwa ada sebuah daratan raksasa di atas Samudera Atlantik arah barat Laut Tengah yang sangat jauh. Dikisahkan bahwa Atlantis saat itu merupakan pusat peradaban dunia karena kekayaan alam, budaya dan teknologinya. Konon, istana kerajaan Atlantis bertahtakan emas, dan mereka memiliki pelabuhan serta kapal dengan perlengkapan yang sempurna. Bahkan, konon saat itu juga sudah diciptakan pesawat terbang.

Menurut cerita dari Plato, suatu hari Atlantis akan melancarkan perang besar melawan Athena. Namun di luar dugaan, Atlantis tiba-tiba dilanda bencana alam yang dahsyat dengan meletusnya puluhan gunung berapi. Letusannya itu menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur yang berasal dari letusan gunung berapi tersebut membebani dasar samudera, sehingga mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera. Akibatnya terjadi gempa, lalu disusul dengan gelombang tsunami yang besar. Peristiwa itu yang akhirnya mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam.

Musibah alam beruntun yang dialami Atlantis, tentu mengingatkan kita pada peristiwa serupa yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Bahkan, sebagian arkeolog Amerika Serikat meyakini bahwa benua Atlantis yang hilang, dulunya adalah sebuah pulau di wilayah Indonesia yang bernama Sunda Land. Benua itu tenggelam diterjang banjir sekitar 11.600 tahun silam, sejalan dengan berakhirnya zaman es.

Hal ini diperkuat oleh temuan penting soal penyebaran dan asal usul manusia. Temuan itu adalah hipotesa mengenai adanya sebuah pulau besar di Laut Cina Selatan yang tenggelam setelah zaman es berakhir. Selain itu, berdasarkan kajian biomolekuler, diketahui bahwa penduduk asli Pulau Natuna, Riau, memiliki gen yang mirip dengan bangsa Austronesia. Bangsa Austronesia ini digambarkan memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi, cocok seperti bangsa Atlantis yang digambarkan oleh Plato.

Penelitian yang dilakukan Aryso Santos semakin memperkuat anggapan bahwa Indonesia merupakan Atlantis yang hilang. Pasalnya, dalam bukunya yang berjudul The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization Of Plato’s Civilization, Santos memberikan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, kekayaan alam, cuaca, gunung berapi, dan cara bertani yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis adalah Indonesia. Menurutnya, sistem terarisasi sawah khas Indonesia adalah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan Aztec di Meksiko.

Santos meyakini bahwa wilayah Indonesia pada masa lalu merupakan satu benua yang menyatu, tidak terpecah seperti sekarang. Faktanya, pada Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 menyatakan bahwa Indonesia dengan perairannya merupakan satu kesatuan wilayah. Atlantis diyakini Santos sebagai benua yang membentang dari bagian Selatan India, Sri Langka, Sumatera, Jawa, Kalimantan, sampai ke arah timur Indonesia yang merupakan pusatnya. Atlantis adalah wilayah dimana terdapat banyak gunung berapi yang aktif, dan dikelilingi oleh samudera Orientale, yang kemudian terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Bahkan, Santos menjelaskan bahwa gunung-gunung yang meletus saat zaman es berakhir, sesuai dengan Teori Plato, diantaranya adalah gunung Meru di India Selatan, gunung Semeru di Jawa Timur, lalu gunung berapi di Sumatera yang kemudian membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir. Letusan lain yang lebih dahsyat adalah letusan gunung Krakatau yang memecah daratan serta membentuk selat dataran Sunda.

Memang masuk akal meyakini bahwa Indonesia merupakan ahli waris Atlantis. Selain karena pernyataan-pernyataan di atas, semburan lumpur yang terjadi di Sidoarjo cukup menjadi bukti yang bisa menguatkan bahwa Indonesia adalah Atlantis. Pasalnya, dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan penginderaan jauh atau remote sensing yang menunjukan adanya sistem kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu merupakan bekas penyaluran semburan lumpur panas dari masa lalu.

Ini jelas bisa menjadi cukup bukti, dimana abu akibat letusan gunung berapi apabila tercampur air laut akan menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian akan meresap ke dalam tanah di daratan. Dan lama kelamaan, lumpur ini menjadi panas lalu tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud atau hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui.

Namun, jika kita mengamati pernyataan Santos mengenai letak benua Atlantis, jelas berbeda dengan apa yang digambarkan Plato sebelumnya. Menurut Plato, kerajaan Atlantis berada di sekitar Samudera Atlantik. Meski belum ada penelitian yang membuktikan bahwa Atlantis terletak di sekitar Samudera Atlantik, namun sejak tahun 1960-an, banyak orang berturut-turut menemukan keajaiban di laut Bermuda, bagian barat Samudera Atlantik, yang kemudian memunculkan anggapan bahwa benua Atlantis memang terletak di sekitar Samudera Atlantik.

Tahun 1968, di dasar laut kepulauan Bimini, ditemukan sebuah jalan besar yang tersusun dari batu raksasa berbentuk persegi dan poligon. Besar serta ketebalan batu tidak sama, namun penyusunannya sangat rapi, dan konturnya cemerlang. Sehingga sebagian orang, termasuk peneliti, berspekulasi bahwa jalan tersebut merupakan jalan pos kerajaan Atlantis. Belum lagi pada tahun 1974, sebuah kapal milik Uni Soviet memiliki foto bangunan kuno mahakarya manusia di dasar laut Atlantik.

Tahun 1979, ilmuwan asal Amerika dan Perancis berhasil menemukan piramida di dasar laut “segitiga maut” laut Bermuda. Pada bagian bawah piramida terdapat dua lubang raksasa tempat mengalirnya air laut dengan kecepatan yang menakjubkan. Panjang piramida kurang lebih 300 meter dan tingginya sekitar 200 meter. Puncak piramida dengan permukaan samudera berjarak 100 meter. Dari ukurannya, tentu dapat disimpulkan bahwa piramida ini jauh lebih besar dibandingkan piramida Mesir.

Sayangnya, dari keajaiban yang ada kita tetap belum dapat mengambil kesimpulan bahwa piramida itu merupakan peninggalan dari bangsa Atlantis, karena belum ada penelitian yang dapat membuktikannya. Sampai saat ini tidak ada yang mengetahui apakah piramida itu dibangun oleh tenaga manusia atau hanya sebuah puncak gunung bawah air yang berbentuk limas.

Mengenai jalan batu yang ditemukan di kepulauan Bimini, telah diambil sampel untuk dilakukan penelitian dan dianalisa. Namun, hasilnya menunjukkan bahwa jalan batu itu umurnya belum mencapai 10.000 tahun. Jika saja jalan ini merupakan jalan yang dibuat oleh bangsa Atlantis, setidaknya tidak akan kurang dari 10.000 tahun.

Satu-satunya kesimpulan yang dapat diambil penulis adalah benar ada sebuah daratan yang karam di dasar laut Atlantik. Namun kita tidak dapat mengambil kesimpulan bahwa itu adalah Atlantis. Karena jika memang Atlantis tenggelam di Samudera Atlantik, maka seharusnya di dasar laut Atlantik dapat ditemukan bukti-bukti yang cukup kuat.

Keberadaan Atlantis memang masih menjadi misteri hingga saat ini. Namun, jika saja Indonesia memang merupakan ahli waris Atlantis, sudah seharusnya kita patut bersyukur, dan tidak merasa rendah diri dalam pergaulan internasional, karena Atlantis merupakan pusat peradaban dunia di masa lalu