Friday, December 19, 2008

Untung ada... (part 1)

Fasy masih memperhatikan Wedi yang lagi duduk ngangkang sambil memperagakan ngupil gaya barunya, pake dua jari. Cewek yang satu ini memang beda dari yang beda. Bayangin aja, mana ada cewek nawarin upil sama cowoknya! Ceritanya, dua minggu lalu Wedi jadian sama cowok yang agak feminin gitu. Nah, pas mereka lagi ngobrol, tiba-tiba dengan pe-de-nya Wedi menawarkan hasil jerih payahnya ngupil pada si cowok yang namanya Ufa. Gimana nggak dibilang beda tuh???

“Wed, gaya cewek dikit kenapa? Dasar preman Brother’s Land!!!” protes Fasy.

“Ho-oh, aku kasihan sama orang tua yang ngurus kamu. Pas hamil dulu sih, ibunya sering baca surat Yasiin biar anaknya terhindar dari setan. Tapi nasib malah berkata lain. Ehh, anaknya malah mirip kayak setan beneran,” sambung Fite sambil terus mengunyah krupuk bintang colongan (NO!) yang super pedes dan HAAAHHH...

“Elaaah... si Wedi diomongin!!! Nggak akan bener,” timpal Rine yang emang kenal deket banget sama Wedi. Mereka sering makan bareng, minum bareng, belajar bareng, maen bareng, ngobrol bareng, ngegossip bareng, juga pup bareng (nggak lah! Don’t stress... don’t stress... don’t stress...).

Dengan santainya, Wedi menarik kedua jarinya dari dalam lubang hidungnya yang udah bertambah besar beberapa centi. Dia hanya melempar senyum sok manis ke arah teman-temannya yang lagi asyik makan bakso sambil memamerkan hasil temuannya. Kali ini ukurannya lebih besar dari biasanya. Ini fantastik! Wow... BEDA!

“WEDIIIII...... JOROK!!!!” teriak Fasy.

Dasar Wedi! Orang lain minta ampun tutup mata gara-gara upil inovasi Wedi nggak lazim diperlihatkan, tapi dia cuma cengengesan melihat teman-temannya yang udah berhenti makan dengan wajah tidak terhormat, alias manyun nggak jelas dan tanpa rupa...

Dddrrrtt... drrrttt... drttt... Hape Wedi bergetar. Dia segera merogoh hape dari saku rok abu-abunya. Barang inovasinya tadi, dia titipkan dulu di ujung meja kantin.

“Moshimoshi,” katanya kemudian.

“Wed, tolong ke Jalan Lele!!! Aku tabrakkaaaann... Ahw...” orang yang meringis di seberang sana memutuskan teleponnya secara sepihak.

Wedi masih speechless. Yang barusan nelepon itu cowoknya, Ufa. Berarti, sekarang Ufa kecelakaan dong? Tapi, kok orang kecelakaan masih sempet-sempetnya inget nelepon orang? Ah, masa bodo! Ufa kan suka sama Wedi. Mungkin aja dia memang butuh kehadiran Wedi di saat-saat seperti ini... di saat-saat kematiannya... (siapa bilang dia mau mati? Weeekk...)

“Aaaarrrrggghhh!!!!” pekik Wedi keras. Suaranya membuat akuarium di seantero Majalengka langsung pecah. Bukan cuma akuariumnya yang pecah, tapi ikannya juga innalillahi, wafat, die, is dead, atau... apalah... pokoknya meninggalkan dunia ini selama-lamanya.

“Heeehhh, LEBAIII!!! Biasa aja kali, Wedi... Ada apaan sih?”

Baru kali ini Wedi memilih menarik nafas dulu sebelum bicara, meski nafasnya agak-agak tidak sedap untuk dihirup oleh orang-orang sehat karena menyebabkan penyakit menular, Catus Rabiesus (penyakit kucing gila).

“Teman-teman sebangsa setanah air, UFA KECELAKAAN!!! Dia parah!!! Kepalanya hampir copot, kayaknya... Kita mesti dan harus pergi ke TKP sekarang!” pekiknya lagi, nggak kalah keras sama suara meriam.

“APAAAA???”

Beberapa anak yang masih pada asyik makan nasi goreng (tanpa campuran inovasi si Wedi tentunya...), langsung pada berdiri. Mereka pada lari-lari ke luar dari kantin. Ada yang keluar buat ngambil motor menuju TKP, ada yang keluar karena nggak kuat pengen muntah menghirup udara yang udah mulai tercemar, ada juga yang keluar buat ajang kabur-kaburan biar nggak bayar nasi goreng Ibu Kantin (don’t stresss!!!!).

“AYO KITA KESANA!!!” tegas Wedi sekali lagi. Sorot matanya terlihat mantap.

to be continue....

0 comments: